Senin, 15 September 2008

Ramadan, penjualan buku Islami naik 30%

Solo (Espos)--Pada sepekan awal memasuki Ramadan tahun 2008, penjualan buku bernafaskan Islami di kompleks kios buku belakang Stadion Sriwedari Solo meningkat hingga 30% di banding hari biasa. Kebanyakan buku-buku yang diburu masyarakat berisi muatan materi-materi seputar Ramadan.

Salah satu penjaga kios buku Aziz Agency, Taqwin, mengatakan sejak hari pertama puasa, masyarakat mulai memadati kios-kios buku di belakang Stadion Sriwedari. Sedang jumlah konsumen yang datang ke kiosnya saat ini rata-rata mencapai 30 orang.

"Buku-buku yang banyak dibeli seputar amalan-amalan Ramadan. Juga ramai juga Alquran dan tafsirnya," jelasnya kepada Espos, Selasa (9/9) di kiosnya.

Penjaga kios buku lain, Jumanto, menyampaikan agar pembeli meningkat, pihaknya memberikan diskon buku mencapai hingga 40%. Jumlah buku yang dibeli konsumen beragam dari satu eksemplar buku hingga berjilid-jilid buku, terutama konsumen dari kalangan sesama penjual buku. Diprediksi, peningkatan penjualan tetap mengalami peningkatan sampai hari H Lebaran serta sepekan setelah Lebaran.

"Selain buku Islami, peningkatan penjualan juga terjadi pada produk madu. Di banding hari-hari biasa, penjualan madu saat bulan puasa ini bisa hingga 2 kg per hari atau berkwintal-kwintal bagi konsumen besar," ujarnya.

Senada, penjual buku di Kios Buku Putera Indonesia, Farel, menyampaikan selama sepekan Ramadan ini, omset yang diraih rata-rata Rp 200.000/hari atau meningkat sekitar 15% dari hari biasa.
http://www.solopos.com/berita.php?ct=12644&d1=ekonomi%20bisnis

Kamis, 11 September 2008

Editor adalah Idetor


Beberapa hari yang lalu, saya mendapat cerita dari teman yang ikut pelatihan pemasaran buku di IKAPI Jaya, dari cerita teman tersebut ada beberapa hal yang bisa saya sharing, Semua penerbit tentunya mengharapkan mampu menerbitkan buku yang berkwalitas sekaligus buku yang laku (best seller) di pasar. Namun keinginan ini belum tentu selaras dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh penerbit sendiri untuk menjadikan produknya (bukunya) yang berkwalitas dan best seller. Jika buku menjadi buku yang best seller banyak pihak akan menjadi senang, baik penulis, penerbit termasuk juga toko buku.

Salah satu faktor penting dalam terbitnya buku berkwalitas dan best seller adalah , editor bukan hanya sebagai pengedit naskah yang masuk ke redaksi, namun editor juga mempunyai ide (idetor) yang kreatif, sehingga naskah yang biasa-biasa saja akhirnya bisa menjadi luar biasa di tangan idetor. Salah satu contoh misalnya ketika naskah yang diterima fontnya monoton, dan kurang kreatif, maka sang idetor seharusnya mampu mencarikan font yang baik, enak dimata dan bisa jadi menambahkan diagram, flow chart, dan lain sebagainya. Wal hasil jadilah buku yang kreatif, inovatif dan best seller.

Mungkin ada yang berfikir, lo…kalau begitu bisa jadi seorang idetor akhirnya seperti penulis?, bisa jadi ya, karena editor yang baik, sekaligus juga bisa sebagai penulis yang handal. Satu hal lain lagi yang perlu dikembangkan di editor dan staff keredaksian adalah semangat menerima kritikan dan mau memberikan kritikan yang pedas sekalipun untuk pengembangan produk, karena adakalanya tidak semua orang siap menerima kritikan, apalagi menyangkut kerja yang telah dilakukan seseorang, nah untuk menumbuh suburkan “semangat bisa menerima” ini, suasananya harus dibuat sekondusif mungkin sehingga orang bsia menerima, termasuk setter, designer, dll yang terkait. Harus dilibatkan dan diajak untuk bisa saling menerima.

Dalam konteks pemasaran buku, kualitas produk sangat menentukan keberhasilan buku di pasaran, sebagai misal buku yang isinya sangat berkwalitas tapi tidak di “packaging” dengan baik, berdampak pada tidak terjualnya buku tersebut kepasaran, begitu juga naskah (bahasa arab atau dari bahasa Ingris) yang kualitasnya bagus namun diterjemahkan dengan asal-asalan, akan berdampak juga pada penjualan, jadi kombinasi pada naskah yang bagus dan penampilan yang menarik merupakan salah satu faktor penting best sellernya produk.

Untuk menjaga semangat editor yang idetor, dapat ditempuh dengan kunjungan ke toko buku, kunjungan ke pameran, mengadakan diskusi terbuka tentang ide baru, melakukan kajian mendalam kenapa buku “A” menjadi best seller. seperti laskar pelangi, paling tidak ada beberapa faktor yang menyebabkan buku tersebut menjadi best seller, seperti :
1. buku yang baik itu ada tokoh disana
2. bahasanya bahasa obrolan
3. mengikuti trend yang ada
4. sehingga orang ketika membaca, orang kembali membicarakannya, promosi mouth to mouth
5. kertasnya enak dibaca, dll

Trade off antara target dan kualitas buku

Adakalanya seorang editor sering mengeluhkan antara target yang dibebankan dengan membuat buku yang berkwalitas, “bagaimana mau membuat buku yang berkwalitas saat yang sama juga ditargetkan harus mampu membuat sekian judul buku dalam sebulan”. Seharusnya ini tidak perlu dipertentangkan, karena selayaknya editor (Idetor) yang professional mampu mengawinkan antara kualitas yang tinggi dengan kecepatan yang terukur dalam menghasilkan produk. Jadi tetap target tercapai dengan cepat namun kualitas dan proses kreatif juga selalu menjadi hal yang utama.
Jaharuddin
Praktisi pemasaran buku Islam

Kamis, 04 September 2008

Ciri-ciri Naskah Buku yang Berkualitas


Naskah buku adalah tulang punggung penerbit. Tanpa sebuah naskah, tidak akan ada penerbitan. Naskah buku bisa didapatkan dengan berbagai cara, di antaranya kreativitas penerbit dengan menyusun langsung buku-buku tertentu, kiriman penulis, hasil kajian ilmiah pakar tertentu, atau jika mungkin penerbit mengadakan sayembara mengarang/menulis buku, yang terbaik nanti diterbitkan.

Walau demikian tidak sembarang naskah akan diterbitkan, semuanya harus memenuhi persyaratan. Hal ini baik menyangkut bisnis maupun idealisme. Sebuah penerbitan akan rugi besar jika buku yang diterbitkan ternyata tidak laku di pasaran. Begitu pula seorang penerbit harus mempunyai tanggung jawab moral untuk mencerdaskan masyarakat, tidak melulu bisnis.


Menurut Sofia Mansoor dan Niksolim (1993), untuk menerbitkan sebuah buku sebuah penerbitan harus bisa memenuhi kriteria berikut ini:

1. Keperluan
Apakah buku ini memang diperlukan masyarakat? Mengapa?

2. Sasaran pembaca
Siapakah pembaca buku ini: umum, dewasa, anak-anak, kaum ibu, orang tua, mahasiswa (jurusan apa, tingkat berapa).

3. Jumlah Pembaca
Berapa kira-kira ukuran pasar? Hal ini tidak mudah dijawab, tetapi untuk buku tertentu jawabannya mudah. Misalnya, buku pelajaran mudah diperkirakan jumlah pembacanya karena yang menggunakannya pelajar pada jenjang pendidikan tertentu.

4. Isi Naskah
Apakah isi naskah tidak menyinggung SARA (suku, ras, agama, dan antar golongan/adat istiadat), tidak menentang ideologi negara, sesuai dengan tingkat pembaca?

5. Saingan
Apakah ada buku lain yang menjadi saingan buku tersebut? Sebutkan judulnya. Apa kelemahan dan kelebihan naskah buku ini dibanding saingannya?

6. Penyajian
Apakah isi ditulis dengan susunan tertib, apakah bahasa pengarang mudah dipahami, apakah ilustrasi mendukung uraian?

7. Kemutakhiran
Apakah isi buku ini tidak ketinggalan zaman? Jawabannya dapat diperolah dengan mengamati daftar pustaka yang diacu pengarang.

8. Hak cipta
Apakah penelaah mengenali ada bagian yang dikutip dari buku lain? Penerbit harus waspada agar jangan sampai penerbit dituntut karena menerbitkan buku jiplakan.

9. Kelayakan terbit
Apakah buku tersebut layak diterbitkan oleh penerbit yang bersangkutan? Sejumlah penerbit hanya menerbitkan buku-buku tertentu, buku agama, sekolah, universitas misalnya.

Seorang penulis yang mampu menyelami nurani massa, akan mampu menulis buku yang bukan hanya berkwalitas, tapi juga disukai khalayak pembaca. Buku yang laku, akan menguntungkan dari segi dakwah, semakin banyak pembaca berarti dakwah semakin tersebar luas. Dari sudut ekonomi, baik penerbit maupun penulis, jelas akan diuntungkan dengan buku best seller (laris di pasaran).

By Abu Al-Ghifari
http://penulissukses.com/penulis9.php

Mengenal Sejarah Buku

Sejarah Perkembangan Buku
Pada zaman kuno, tradisi komunikasi masih mengandalkan lisan. Penyampaian informasi, cerita-cerita, nyanyian, do’a-do’a, maupun syair, disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut. Karenanya, hafalan merupakan ciri yang menandai tradisi ini. Semuanya dihafal. Kian hari, kian banyak saja hal-hal yang musti dihafal. Saking banyaknya, sehingga akhirnya mereka kuwalahan alias tidak mampu menghafalkannya lagi. Hingga, terpikirlah untuk menuangkannya dalam tulisan. Maka, lahirlah apa yang disebut sebagai buku kuno.

Buku kuno ketika itu, belum berupa tulisan yang tercetak di atas kertas modern seperti sekarang ini, melainkan tulisan-tulisan di atas keping-keping batu (prasasti) atau juga di atas kertas yang terbuat dari daun papyrus. Papyrus adalah tumbuhan sejenis alang-alang yang banyak tumbuh di tepi Sungai Nil.

Mesir merupakan bangsa yang pertama mengenal tulisan yang disebut hieroglif. Tulisan hieroglif yang diperkenalkan bangsa Mesir Kuno bentuk hurufnya berupa gambar-gambar. Mereka menuliskannya di batu-batu atau pun di kertas papyrus. Kertas papyrus bertulisan dan berbentuk gulungan ini yang disebut sebagi bentuk awal buku atau buku kuno.

Selain Mesir, bangsa Romawi juga memanfaatkan papyrus untuk membuat tulisan. Panjang gulungan papyrus itu kadang-kadang mencapai puluhan meter. Hal ini sungguh merepotkan orang yang menulis maupun yang membacanya. Karena itu, gulungan papyrus ada yang dipotong-potong. Papyrus terpanjang terdapat di British Museum di London yang mencapai 40,5 meter.

Kesulitan menggunakan gulungan papyrus, di kemudian hari mengantarkan perkembangan bentuk buku mengalami perubahan. Perubahan itu selaras dengan fitrah manusia yang menginginkan kemudahan. Dengan akalnya, manusia terus berpikir untuk mengadakan peningkatan dalam peradaban kehidupannya. Maka, pada awal abad pertengahan, gulungan papyrus digantikan oleh lembaran kulit domba terlipat yang dilindungi oleh kulit kayu yang keras yang dinamakan codex.

Perkembangan selanjutnya, orang-orang Timur Tengah menggunakan kulit domba yang disamak dan dibentangkan. Lembar ini disebut pergamenum yang kemudian disebut perkamen, artinya kertas kulit. Perkamen lebih kuat dan lebih mudah dipotong dan dibuat berlipat-lipat sehingga lebih mudah digunakan. Inilah bentuk awal dari buku yang berjilid.

Di Cina dan Jepang, perubahan bentuk buku gulungan menjadi buku berlipat yang diapit sampul berlangsung lebih cepat dan lebih sederhana. Bentuknya seperti lipatan-lipatan kain korden.

Buku-buku kuno itu semuanya ditulis tangan. Awalnya yang banyak diterbitkan adalah kitab suci, seperti Al-Qur’an yang dibuat dengan ditulis tangan.

Di Indonesia sendiri, pada zaman dahulu, juga dikenal dengan buku kuno. Buku kuno itu ditulis di atas daun lontar. Daun lontar yang sudah ditulisi itu lalu dijilid hingga membentuk sebuah buku.

Perkembangan perbukuan mengalami perubahan signifikan dengan diciptakannya kertas yang sampai sekarang masih digunakan sebagai bahan baku penerbitan buku. Pencipta kertas yang memicu lahirnya era baru dunia perbukuan itu bernama Ts’ai Lun. Ts’ai Lun berkebangsaan Cina. Hidup sekitar tahun 105 Masehi pada zaman Kekaisaran Ho Ti di daratan Cina.

Penemuan Ts’ai Lun telah mengantarkan bangsa Cina mengalami kemajuan. Sehingga, pada abad kedua, Cina menjadi pengekspor kertas satu-satunya di dunia.

Sebagai tindak lanjut penemuan kertas, penemuan mesin cetak pertama kali merupakan tahap perkembangan selanjutnya yang signifikan dari dunia perbukuan. Penemu mesin cetak itu berkebangsaan Jerman bernama Johanes Gensleich Zur Laden Zum Gutenberg.

Gutenberg telah berhasil mengatasi kesulitan pembuatan buku yang dibuat dengan ditulis tangan. Gutenberg menemukan cara pencetakan buku dengan huruf-huruf logam yang terpisah. Huruf-huruf itu bisa dibentuk menjadi kata atau kalimat. Selain itu, Gutenberg juga melengkapi ciptaannya dengan mesin cetak. Namun, tetap saja untuk menyelesaikan satu buah buku diperlukan waktu agak lama karena mesinnya kecil dan jumlah huruf yang digunakan terbatas. Kelebihannya, mesin Gutenberg mampu menggandakan cetakan dengan cepat dan jumlah yang banyak.

Gutenberg memulai pembuatan mesin cetak pada abad ke-15. Teknik cetak yang ditemukan Gutenberg bertahan hingga abad ke-20 sebelum akhirnya ditemukan teknik cetak yang lebih sempurna, yakni pencetakan offset, yang ditemukan pada pertengahan abad ke-20.

Buku di Era Modern
Di era modern sekarang ini perkembangan teknologi semakin canggih. Mesin-mesin offset raksasa yang mampu mencetak ratusan ribu eksemplar buku dalam waktu singkat telah dibuat. Hal itu diikuti pula dengan penemuan mesin komputer sehingga memudahkan untuk setting (menyusun huruf) dan lay out (tata letak halaman). Diikuti pula penemuan mesin penjilidan, mesin pemotong kertas, scanner (alat pengkopi gambar, ilustrasi, atau teks yang bekerja dengan sinar laser hingga bisa diolah melalui computer), dan juga printer laser (alat pencetak yang menggunakan sumber sinar laser untuk menulis pada kertas yang kemudian di taburi serbuk tinta).

Semua penemuan menakjubkan itu telah menjadikan buku-buku sekarang ini mudah dicetak dengan sangat cepat, dijilid dengan sangat bagus, serta hasil cetakan dan desain yang sangat bagus pula. Tak mengherankan bila sekarang ini kita dapati berbagai buku terbit silih berganti dengan penampilan yang semakin menarik.

Bahkan sampai sekarang ini pun, di negara kita Indonesia, kendati sedang diterpa krisis, kondisi ekonomi masih gonjang-ganjing, tapi penerbit-penerbit buku malahan bermunculan. Banyak sekali jumlahnya, hingga tak terhitung, sebab tak tersedia data yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak juga di Ikatan Penerbit Indonesia [IKAPI]. Sebab tidak semua penerbit bergabung dengan lembaga ini.

Namun, dari pengamatan sekilas saja, kita akan dapat segera menyimpulkan, betapa penerbit-penerbit buku saat ini semakin banyak saja jumlahnya. Tengoklah, di toko-toko buku yang ada di berbagai kota di negeri ini, maka akan kita jumpai, berderet-deret bahkan bertumpuk-tumpuk buku-buku baru terbit silih berganti bak musim semi dengan beragam judul dan beraneka desain sampul yang menawan dari berbagai penerbit, baik dari penerbit besar yang sudah mapan dan lebih dulu eksis, maupun dari penerbit kecil yang baru merintis dan masih kembang-kempis.

Animo masyarakat pun terhadap buku nampak juga mengalami peningkatan. Ini nampak dari banyaknya buku-buku bestseller yang laris manis diserbu masyarakat.

Memang, dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang nyaris 200 juta orang, sungguh mengherankan bahwa sebuah judul buku yang laku beberapa ribu saja sudah terasa menyenangkan dan dianggap bestseller. Akan tetapi, kondisi ini tentu jauh lebih baik bila dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.

Bagi seorang muslim da’i yang memiliki komitmen dengan dakwah, kondisi di atas akan dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Menulis buku-buku bernuansa dakwah adalah pilihan yang sudah selayaknya untuk dilakukan. Agar buku benar-benar menjelma fungsinya sebagai pencerdas dan pencerah umat, bukan sebaliknya.

By Badiatul Muchlisin Astii
http://penulissukses.com/penulis12.php

Sejarah Buku

Sebelum kemunculan buku, manusia telahpun memiliki cara untuk menurunkan tulisan. Pada awal tamadun, manusia pada lazimnya menurunkan tulisan mereka di atas batu, papan, dan juga di atas daun (misalnya daun lontar yang menjadi lambang DBP). Sehubungan itu, medium tulisan awal ini adalah bentuk proto bagi buku.

Buku dikatakan muncul dalam sejarah umat manusia, apabila orang Mesir mencipta kertas papirus pada tahun sekitar 2400 SM. Adapun kertas papirus yang diturunkan tulisan ini digulungkan untuk menjadi "skrol" (scroll), dan ia diyakini adalah bentuk buku yang paling awal.

Selain itu, buku juga muncul di tamadun yang lain dengan bentuk yang lain. Contohnya, di Kemboja, Sami Budha di situ membaca "buku" yang dibuat daripada daun dan amalan ini masih dikekalkan sehingga hari ini dan perkara pernah dilaporkan oleh Nasional Geografi. Manakala di negeri Cina, sebelum terciptanya kertas, para cendekiawan di situ menurunkan tulisan mereka di atas lidi buluh dan mengikat lidi ini menjadi buku. Amalan menulis di atas lidi telah mempengaruhi sistem tulisan Cina sehinggakan orang Cina mengamalkan tulisan menegak sehingga pada awal moden

Buku memasuki satu era yang baru apabila industri kertas menjadi mantap. Kertas dipercayai muncul di negeri Cina seawal-awalnya pada 200 SM, selepas itu teknologi ini dibawa oleh pedagang muslim ke Eropah sebelum abad ke-11. Dengan adanya kertas, penulisan menjadi lebih mudah kerana kertas mempunyai ciri-ciri mudah disimpan dan juga bertahan lama.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Buku#Sejarah_buku

Rabu, 03 September 2008

ACEH BOOK FAIR & VISUAL ARCHIVES 2008


Keinginan dan kesadaran masyarakat terhadap dunia pendidikan makin terasa dan masyarakat semakin sadar terhadap kebutuhan sumber ilmu pengetahuan ataupun pendukung proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan. Namun ketersediaan buku di Aceh selama ini masih timpang dengan kebutuhan, hal ini disebabkan segannya penerbit untuk masuk ke Aceh.

Pasca tsunami kebutuhan terhadap buku semakin bertambah, didukung adanya program pihak donor internasional khususnya yang bergerak di dunia pendidikan melakukan rehabilitasi sistem dengan membantu para siswa dan mahasiswa, juga bagi lembaga perpustakaan, sampai saat ini mereka terkendala sulitnya mencari buku.

Sedikitnya judul buku yang beredar, berimbas pada sukarnya mendapatkan informasi perkembangan buku, kondisi ini menjadi salah satu faktor yang mendorong dilaksanakannya ACEH BOOK FAIR dan VISUAL ARCHIVES 2008 tanggal 22 s/d 26 Agustus 2008 bertempat di AULA BADAN ARSIP PERPUSTAKAAN WILAYAH NAD. Dimulai pukul 09:00 s/d 18:00 WIB.yang di beri tema ‘aceh membaca aceh berjaya’ menjadi salah satu kegiatan yang diharapkan dapat memacu minat baca masyarakat Aceh serta menjadi pertemuan para penerbit dengan masyarakat dan pemerintah.

Dalam pelaksanaannya ada beberapa catatan yang perlu diperbaiki dimasa mendatang seperti : Promosi yang sangat kurang, panitia sangat sedikit menempelkan spanduk, hanya 44 spanduk, Promosi dimedia cetak yang hanya sekali dan di kolom yang kurang strategis, Panitia baru menempelkan pamlet & spanduk pada hari “H”di UNSIAH Aceh, Tempat Yang kurang representative, dari 18 stand yang ada hanya 6 stand yang terisi, Panitia yang baru pertama kali melakukan event pameran buku, Pengunjung yang sangat sedikit, Waktu yang hanya 5 hari, dan pada akhir bulan.

Namun demikian kita selayaknya memberikan apresiasi yang positif atas kerja keras panitia dalam mengelar acara, hal yang positif perlu dipertahankan seperti panita yang sangat bersahabat dengan peserta, panitia dapat menerima masukan dari peserta, semoga dimasa yang akan datang pameran bisa lebih baik karena didukung minat baca dan minat beli yang tinggi di Aceh, Aceh merupakan pasar potensial untuk buku-buku Islam.
Sukma Duriat, A.Md (Penanggung Jawab pameran Aceh 2008)

Balik Papan dan Samarinda Book Fair 2008


Pameran ini berlangsung di dua kota di wilayah Kalimantan Timur dengan penyelenggara ADIL ORGANIZER, yaitu di Balikpapan dan Samarinda. Di Balikpapan berlangsung dari tanggal 12 – 21 Agustus 2008 bertempat di Gedung Nasional Jl. Jend. Sudirman. Sedangkan pameran di kota Samarinda bertempat di Gedung Auditorium Universitas 17 Agustus 45 Jl. Juanda dari tanggal 25 – 31 Agustus 2008.

Pameran di hari ke 1- 4 berlangsung sepi pengunjung, penjualan tidak sesuai dengan harapan. Baru pada hari ke 5 sampai penutupan mulai terjadi kenaikan penjualan. Padahal daya beli masyarakat di daerah ini sangat tinggi dan mayoritas penduduknya muslim. Masyarakat Kaltim juga relatif memiliki minat baca yang cukup tinggi terhadap buku-buku keIslaman.

Seandainya kegiatan promosi dapat dilakukan jauh hari sebelum pelaksanaan diyakini pameran ini akan mampu mendatangkan pengunjung yang lebih banyak , diharapkan panitia lebih memperhatikan sikap profesionalisme yang tinggi dalam merencanakan dan mengelola pameran, sehingga target pengunjung dan panjualan bisa tercapai.

Ke depan jika diadakan kembali pameran di daerah ini, maka perlu diperhatikan siapa penyelenggaranya, dimana tempatnya, waktu penyelenggaraan, dan kegiatan promosinya. Penyelenggara haruslah profesional, penyelenggara haruslah mengetahui secara benar karakter daerah tersebut sehingga kegiatan promosi, pemilihan tempat dan waktu penyelenggaraan tepat sasaran. Salah satu tempat yang bisa dijadikan alternatif dan representatif adalah Islamic Center yang berada tepat di tengah kota Samarinda.
Anhar Muslim, S.Pi (PJ Pameran KalTim 2008)

Gramedia Cirebon Order ulang Aritmatika jari metode AHA sebanyak 500 eksemplar


Metode Asma’ul Husna Arithmetic (AHA),adalah konsep yang menyenangkan dan digunakan oleh lebih dari 5000 siswa di lembaga pendidikan Arya Group sejak tahun 2001, untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan mengunakan keseluruhan otak.

Aritmatika Jari Metode AHA, ditujukan untuk segala umur, lebih khusus bagi mereka yang berusia 5 tahun ke atas. AHA dapat membantu meningkatkan ketrampilan kita dalam berhitung tanpa kalkulator. AHA merupakan produk yang diimplementasikan dari hasanah dunia Islam, memiliki landasan ilmiah dan trasendental serta kajian literatur yang bisa dipertangung jawabkan.

Melalui Aritmatika Jari Metode AHA ini, setiap muslim bukan hanya diajarkan untuk mengerti, memahami dan pintar dalam berhitung yang itu merupakan “tools” untuk sukses dalam kehidupan , namun kita juga dituntun untuk memperdalam keimanan kepada sang Khalik.

Sampai bulan Agustus telah terjual + 5.000 eksemplar, dan pada bulan September ini akan dicetak kembali sebanyak 7.000 eksemplar, melihat permintaan toko yang begitu baik, seperti TB Gramedia Cirebon order ulang sebanyak 500 eksemplar, dan penulisnya sedang giat-giatnya melakukan seminar di berbagai kota , mulai dari Batam, Tanjung Pinang, Jakarta Utara, Bekasi dan Bandung . kemudian pada setiap seminar yang diadakan selalu animo peserta sangat antusias, seperti yang pernah diadakan pada Islamic Center Jakarta Utara tanggal 12 agustus 2008, panitia harus menambah bangku peserta karena peserta membludak, melihat kesunguhan promosi dari penulis dan animo peserta maka diyakini akan mendorong terjadinya peningkatan penjualan terhadap buku ini.

Agenda seminar terdekat:
1. Tanggal 7 September 2008, di Bekasi, cp bapak wisnu 08568970008
2. Untuk kesekian kalinya akan diadakan kembali seminar di Batam, tanggal 13 – 14 september 2008, cp Ade Verid 08192676972
3. Tanggal 21 september 2008, di Bandung, cp Deden 02292839401
4. dan agenda lainnya menyusul.

Bogor Book Fair 2008


Selasa 2 september 2008,saya sempat mengunjungi Bogor Book Fair 2008, yang diadakan di PPIB Bogor, di samping Masjid Raya Bogor, ada sekitar 50 - 70 stand dibuka di sana. dari pengamatan seentara saya beberapa jam di lokasi pameran, pameran bisa dikategorikan sebagai pameran yang sepi pengunjung, bahkan beberapa stand yang sempat saya ajak dialog mengeluhkan sepinya pengunjung, bahkan ada yang berkomentar lebih sepi dari pameran Garut.

Mengapa demikian? ada beberapa faktor yang mungkin bisa menjadi penyebab, seperti masih minimnya promosi panitia, tidak berhasilnya panitia mendatangkan penerbit-penerbit besar dari Jakarta seperti GIP, Mizan, dll, bisa jadi juga dipengaruhi oleh culture pengunjung yag sedang melakukan ibadah shaum ramadhan, sehingga cendrung malas untuk berkunjung ke pameran, dll.

padahal sejauh pengamatan saya dari penjualan di toko-toko buku di Bogor seperti Gramedia, TB Al Amin, Toko Gunung Agung, penjualan di toko-toko tersebut bisa dikategorikan sebagai toko-toko yang mempunyai penjualan yang baik, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebenarnya potensi pasar buku terutama buku Islam di wilayah Bogor, berketegori baik dan sangat menjanjikan.

nah, kenapa pameran belum berhasil menarik pengunjung dan menghasilkan penjualan maksimal? ini tugas kita bersama dan panitia untuk mencari solusi terbaik mengenai pameran di Bogor.
salah satunya mungkin adalah tempat yang lebih representatif di kota bogor, namun tetap di dalam ruangan, karena bogor merupakan kota hujan.
wallahu' alam....