Kamis, 11 September 2008

Editor adalah Idetor


Beberapa hari yang lalu, saya mendapat cerita dari teman yang ikut pelatihan pemasaran buku di IKAPI Jaya, dari cerita teman tersebut ada beberapa hal yang bisa saya sharing, Semua penerbit tentunya mengharapkan mampu menerbitkan buku yang berkwalitas sekaligus buku yang laku (best seller) di pasar. Namun keinginan ini belum tentu selaras dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh penerbit sendiri untuk menjadikan produknya (bukunya) yang berkwalitas dan best seller. Jika buku menjadi buku yang best seller banyak pihak akan menjadi senang, baik penulis, penerbit termasuk juga toko buku.

Salah satu faktor penting dalam terbitnya buku berkwalitas dan best seller adalah , editor bukan hanya sebagai pengedit naskah yang masuk ke redaksi, namun editor juga mempunyai ide (idetor) yang kreatif, sehingga naskah yang biasa-biasa saja akhirnya bisa menjadi luar biasa di tangan idetor. Salah satu contoh misalnya ketika naskah yang diterima fontnya monoton, dan kurang kreatif, maka sang idetor seharusnya mampu mencarikan font yang baik, enak dimata dan bisa jadi menambahkan diagram, flow chart, dan lain sebagainya. Wal hasil jadilah buku yang kreatif, inovatif dan best seller.

Mungkin ada yang berfikir, lo…kalau begitu bisa jadi seorang idetor akhirnya seperti penulis?, bisa jadi ya, karena editor yang baik, sekaligus juga bisa sebagai penulis yang handal. Satu hal lain lagi yang perlu dikembangkan di editor dan staff keredaksian adalah semangat menerima kritikan dan mau memberikan kritikan yang pedas sekalipun untuk pengembangan produk, karena adakalanya tidak semua orang siap menerima kritikan, apalagi menyangkut kerja yang telah dilakukan seseorang, nah untuk menumbuh suburkan “semangat bisa menerima” ini, suasananya harus dibuat sekondusif mungkin sehingga orang bsia menerima, termasuk setter, designer, dll yang terkait. Harus dilibatkan dan diajak untuk bisa saling menerima.

Dalam konteks pemasaran buku, kualitas produk sangat menentukan keberhasilan buku di pasaran, sebagai misal buku yang isinya sangat berkwalitas tapi tidak di “packaging” dengan baik, berdampak pada tidak terjualnya buku tersebut kepasaran, begitu juga naskah (bahasa arab atau dari bahasa Ingris) yang kualitasnya bagus namun diterjemahkan dengan asal-asalan, akan berdampak juga pada penjualan, jadi kombinasi pada naskah yang bagus dan penampilan yang menarik merupakan salah satu faktor penting best sellernya produk.

Untuk menjaga semangat editor yang idetor, dapat ditempuh dengan kunjungan ke toko buku, kunjungan ke pameran, mengadakan diskusi terbuka tentang ide baru, melakukan kajian mendalam kenapa buku “A” menjadi best seller. seperti laskar pelangi, paling tidak ada beberapa faktor yang menyebabkan buku tersebut menjadi best seller, seperti :
1. buku yang baik itu ada tokoh disana
2. bahasanya bahasa obrolan
3. mengikuti trend yang ada
4. sehingga orang ketika membaca, orang kembali membicarakannya, promosi mouth to mouth
5. kertasnya enak dibaca, dll

Trade off antara target dan kualitas buku

Adakalanya seorang editor sering mengeluhkan antara target yang dibebankan dengan membuat buku yang berkwalitas, “bagaimana mau membuat buku yang berkwalitas saat yang sama juga ditargetkan harus mampu membuat sekian judul buku dalam sebulan”. Seharusnya ini tidak perlu dipertentangkan, karena selayaknya editor (Idetor) yang professional mampu mengawinkan antara kualitas yang tinggi dengan kecepatan yang terukur dalam menghasilkan produk. Jadi tetap target tercapai dengan cepat namun kualitas dan proses kreatif juga selalu menjadi hal yang utama.
Jaharuddin
Praktisi pemasaran buku Islam

Tidak ada komentar: