Kamis, 07 Agustus 2008

Geliat Perbukuan India Merengkuh Dunia

Sabtu, 19 Agustus 2006
BI Purwantari

Banyak orang tahu, India, terutama Bollywood, adalah salah satu industri film raksasa dunia. Saat ini, secara perlahan tapi pasti, mata penduduk dunia mulai berpaling juga pada industri kebudayaan lainnya di India: buku. Di bawah bayang-bayang kebesaran Bollywood, industri buku India kini memasuki jalur perdagangan tingkat dunia.

Tahun ini, Frankfurt Book Fair ke-58, ajang pameran buku terbesar di dunia, yang rencananya akan digelar pada 4-8 Oktober 2006, akan menampilkan India sebagai tamu kehormatannya (Guest of Honour Country). Penampilan India sebagai tamu kehormatan di Frankfurt nanti penting untuk dicatat karena ia menjadi satu-satunya negeri yang diberikan kesempatan sebanyak dua kali dalam rentang waktu 20 tahun. Kesempatan pertama dulu diberikan pada tahun 1986. Hal ini tentunya sangat berkaitan dengan pengakuan dunia internasional terhadap industri perbukuan India yang berkembang pesat selama satu dekade terakhir.

Berdasarkan catatan Nuzhat Hassan, Direktur National Book Trust of India, sebuah lembaga bentukan negara yang bertugas mempromosikan buku dan kebiasaan membaca di kalangan masyarakat India, industri perbukuan India bernilai lebih dari 30 miliar rupee India (setara dengan 685 juta dollar AS) yang dihidupi oleh sekitar 15.000 penerbit. Para penerbit ini memproduksi buku-buku berbahasa Inggris dan buku-buku yang memakai 24 bahasa lokal, termasuk di antaranya bahasa Hindi, Malayalam, Tamil, Bengali, Telegu, Gujarati, Punjabi, dan Assamese. Dengan jumlah penerbit sebesar itu, India dapat memproduksi sekitar 70.000 judul per tahun dan 40 persen (sekitar 28.000 judul) di antaranya adalah buku-buku berbahasa Inggris. Proporsi angka sebesar ini membuat India menjadi negeri penerbit buku berbahasa Inggris terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Inggris!

Perkembangan yang pesat juga dapat dilihat dari kenaikan pertumbuhan ekspor buku India. Pada tahun 1991 nilai ekspor buku-buku dari India mencapai angka 330 juta rupee, tahun 2003 melesat naik hingga 3,6 miliar rupee, dan tahun 2005 naik lagi menjadi 4,29 miliar rupee dengan sasaran 80 negara. Hal ini terjadi tidak lain karena buku-buku terbitan India mendapat pengakuan internasional, baik karena kualitas isi, mutu produknya, serta harga yang relatif terjangkau. Banyak buku terbitan India memenuhi persyaratan sebagai buku pendidikan di negeri-negeri Afrika-Asia, maupun negeri-negeri South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) yang terdiri atas Banglades, Butan, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Maldives, dan India. Demikian pula buku-buku tentang filsafat, agama, yoga, kebudayaan, sejarah, sastra kontemporer, dan ilmu pengetahuan alam mendapatkan pasar yang bagus di kalangan negeri-negeri Eropa barat, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Jepang, maupun Uni Emirat Arab.

Berbahasa Inggris

India memulai sejarah penerbitan buku-buku berbahasa Inggris sejak zaman kolonial. Penguasaan terhadap bahasa Inggris, berkembangnya gerakan nasionalis, dan meningkatnya tingkat melek huruf di masa kolonial, telah menambah permintaan terhadap buku-buku berbahasa Inggris di negeri jajahan Inggris ini. Roda penerbitan buku berbahasa Inggris mulai berputar ketika tiga penerbit Inggris masuk India, yaitu Longman Green dan Macmillan pada abad ke-19 dan Oxford University Press pada tahun 1912. Dalam perjalanan waktu, beberapa penerbit, seperti Macmillan, Kegan Paul, dan John Murray mendirikan perpustakaan kolonial dan membuat daftar buku-buku berbahasa Inggris yang harus dikirim ke negeri yang kaya akan kebudayaan lokal ini. Penerbitan pribumi pun mulai berkembang seiring dengan pertumbuhan kesempatan dalam pendidikan dan peningkatan investasi dalam bidang penyelenggaraan pendidikan dan sekolah-sekolah. Kemerdekaan politik turut mempercepat proses tersebut. Kini, penerbitan milik pribumi maupun asing tumbuh berdampingan, berkompetisi, ataupun berkolaborasi di pasar dalam negeri India maupun internasional.

Gambaran dunia penerbitan India saat ini diisi oleh para pemain besar dari luar India, seperti Penguin India, Harper Collins India, Macmillan India, Picador, Random House India, ataupun pemain lama seperti Oxford University Press, Orient Longman, maupun penerbit besar pribumi seperti Rupa & Co, Vikas Publishing, Roli Books, serta UBS Publisher. Umumnya, para penerbit ini memproduksi lebih dari 100 buku per tahun. Penguin India, misalnya, rata-rata menerbitkan 200 judul per tahun, sementara Rupa & Co yang telah berdiri sejak tahun 1936 mengeluarkan 250-260 judul baru setiap tahunnya.

Di samping penerbit besar, industri buku India diwarnai oleh menjamurnya penerbit-penerbit independen skala kecil dan menengah. Penerbit tipe terakhir ini masing-masing memiliki profil organisasi dengan spesialisasi buku yang sangat beragam.

Kali for Women misalnya, meskipun kini telah menjelma menjadi dua penerbit dengan manajemen berbeda yaitu Zubaan Book dan Women Unlimited, merupakan penerbit buku-buku feminis yang cukup berhasil di pasar. Didirikan oleh dua tokoh feminis terkemuka, Urvashi Butalia dan Ritu Menon, penerbit ini bermula dari usaha kecil di sebuah garasi di New Delhi pada tahun 1984. Zubaan Book yang memiliki kantor mungil di Hauz Khas Enclave, New Delhi, itu kini rata-rata memproduksi 15-20 judul baru per tahun.

Penerbit lainnya seperti Seagull merupakan penerbit yang menggeluti buku-buku tentang teater, musik, film, seni rupa, maupun buku-buku akademis dan referensi seperti filsafat ataupun bidang kajian.

Sementara itu, penerbit Katha memfokuskan diri pada kerja-kerja penyelamatan karya-karya klasik berbahasa lokal yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris secara baik dan menerbitkannya dalam edisi yang berkualitas. Penerbit lainnya, seperti Tulika, bermain di pasar buku anak-anak, sementara Permanent Black, English Edition, Ravi Dayal, India Ink, Minerva, ataupun Srishti membidik pasar pembaca umum atau yang lebih dikenal dengan sebutan trade books.

Semua penerbit ini, selain mendistribusikan buku-bukunya di dalam negeri India, juga melempar produknya ke pasar dunia. Untuk distribusi di dalam negeri para penerbit memanfaatkan toko-toko buku kecil yang tersebar di seluruh India maupun toko buku besar dengan masing-masing memiliki sekitar 7 sampai 30 outlet di seluruh India seperti toko buku Oxford, Crossword, maupun Landmark.

Bisnis "outsourcing"

Banyaknya penerbit asing yang beroperasi merupakan konsekuensi diberlakukannya peraturan Pemerintah India yang membuka 75 persen sektor penerbitan buku (non-news sector) untuk dimasuki oleh investasi asing secara langsung (Foreign Direct Investment/FDI) dan 100 persen untuk sektor perdagangan buku. Fenomena terbaru adalah masuknya penerbit besar dari Inggris, Cambridge University Press (CUP), yang melebarkan sayap bisnisnya ke India. CUP mengakuisisi 51 persen saham Foundation Books, sebuah penerbit sekaligus distributor, di antaranya mendistribusikan buku-buku terbitan Seagull yang berbasis di New Delhi dengan nilai investasi sekitar 6 juta dollar AS. Menurut rencana, Cambridge University Press India akan menjadi basis penerbitan buku-buku pendidikan yang bermutu maupun jurnal, tidak hanya untuk pasar dalam negeri India tetapi juga untuk negeri-negeri Asia di sekitarnya. Selama ini memang CUP memfokuskan kerjanya pada penerbitan buku-buku teks bagi level pascasarjana maupun buku-buku hasil penelitian di berbagai bidang, sementara Foundation Books dikenal menerbitkan jurnal bergengsi, Journal of India Foreign Affairs.

Dengan 20 juta penduduk berbahasa Inggris aktif, India merupakan pasar buku yang menjanjikan. Potensi yang menjanjikan ini juga mendorong perkembangan bidang lain dari industri penerbitan India. Bidang itu adalah bisnis off -shore publishing. Bisnis ini memungkinkan perusahaan-perusahaan penerbitan besar di luar India memanfaatkan tenaga-tenaga profesional India untuk mengelola bisnis mereka di India melalui kemajuan teknologi informasi. Nilai bisnis ini di India diperkirakan mencapai 200 juta dollar AS tahun 2006 ini. Sebuah perusahaan riset dan intelijen bisnis di India, ValueNotes Database Pvt Ltd, memprediksi bahwa nilai bisnis ini di India akan menyentuh angka 1,1 miliar dollar AS tahun 2010. Alasan utama perusahaan-perusahaan besar tersebut menyewa perusahaan outsourcing India adalah ongkos produksi di India jauh lebih rendah dibanding negeri asal perusahaan tersebut. Mereka dapat memangkas ongkos produksi sekitar 50-70 persen. Outsourcing di segmen penerbitan telah dimulai lebih dari dua dekade lalu ketika perusahaan Macmillan membentuk unit offshoring di India tahun 1977.

Menurut The Financial Express edisi 26 Desember 2005, penerbitan newsletter merupakan kategori terbesar (53 persen) yang memanfaatkan bisnis outsourcing publishing ini. Sementara majalah dan jurnal mengambil porsi 24 persen, tabloid 6 persen, dan E-publicationa yang mengambil porsi 17 persen adalah kategori yang paling cepat berkembang dari seluruh tipe bisnis ini.

Peran pemerintah

Lantas, apa peran Pemerintah India dalam mengembangkan industri ini? Paling tidak India mempunyai National Book Trust (NBT), sebuah lembaga negara yang dibentuk tahun 1957 atas usulan Perdana Menteri I India Jawaharlal Nehru, dan saat ini berada di bawah koordinasi Departemen Pendidikan. Nehru melihat bahwa kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri harus sejalan dengan kemajuan di bidang sosial dan kebudayaan. Indikator paling nyata perkembangan bidang terakhir itu adalah tingginya minat baca masyarakat agar mampu memahami dan menghargai berbagai kekayaan tradisi, seni, dan budaya di masyarakat India sendiri. Nehru sendiri adalah seorang pencinta buku dan penulis yang hebat.

Saat ini, kegiatan lembaga ini difokuskan pada memproduksi dan mendorong produksi buku-buku yang baik dan membuat agar buku-buku baik tersebut tersedia dengan harga terjangkau masyarakat setempat. Buku-buku yang diterbitkan tersebut adalah karya-karya klasik berbahasa India maupun terjemahannya ke dalam bahasa Inggris atau sebaliknya, karya klasik berbahasa Inggris yang diterjemahkan ke bahasa lokal; juga buku-buku pengetahuan modern untuk penyebaran secara meluas. Berdasarkan catatan NBT, jumlah buku yang diterbitkan lembaga yang berbasis di New Delhi ini bertambah dari tahun ke tahun: tahun 1969-1970 hanya sekitar 106 judul, meningkat hingga 188 judul pada tahun 1979-1980, lalu bertambah delapan kali lipat pada tahun 1989-1990 hingga mencapai 851 judul. Sejak itu, rata-rata terbitan NBT setiap tahunnya mencapai 1.000-1.200 judul yang meliputi karya asli, terjemahan, maupun cetak ulang atas buku-buku dalam 18 bahasa.

Selain itu, NBT juga mempromosikan buku dan minat baca masyarakat dengan menyelenggarakan berbagai pameran buku di seluruh India maupun di tingkat regional dan internasional. Sejauh ini, NBT telah mengorganisasikan 27 pameran buku nasional dan pameran keliling di berbagai negara bagian yang menjangkau hingga level semi-urban. Sejak tahun 1970, dalam kaitan mempromosikan buku-buku India ke dunia internasional, NBT telah berpartisipasi dalam 300 pameran internasional.

Industri kebudayaan yang besar ini tentunya juga tidak mungkin berkembang tanpa dukungan kebiasaan membaca masyarakat India. Dalam sebuah riset tentang berapa banyak waktu dihabiskan untuk membaca dibandingkan menonton televisi, yang dilakukan oleh National Opinion Poll World (NOP World), sebuah perusahaan riset pasar berbasis di Inggris, diketahui bahwa India menempati urutan teratas dalam hal menggunakan waktu untuk membaca. Dari riset terhadap 30.000 orang berusia 13 tahun ke atas yang bermukim di wilayah perkotaan di 30 negara pada tahun 2005, didapat hasil bahwa setiap orang India rata-rata menghabiskan waktu 10,7 jam per minggu untuk membaca. Angka ini lebih tinggi 4,2 jam dibandingkan dengan rata-rata angka global. Sementara itu, orang Inggris hanya memakai 5,3 jam seminggu untuk membaca. Sebaliknya, penduduk negeri bekas penjajah India ini menghabiskan 18 jam seminggu untuk menonton program televisi. Sementara orang India menempati urutan ke empat terbawah. Tampaknya, dunia Barat harus menyadari bahwa India telah menjelma menjadi pusat intelektual melalui kegiatan kebudayaan yang penting ini. (BI Purwantari Litbang Kompas)

Tidak ada komentar: